Apakah di antara kalian pernah merasa ada satu mata kuliah yang susahnya minta ampun, yang tiap mengikuti perkuliahannya bikin deg-deg serr?
aka Kratingdaeng kalo di Indonesia, saya beli ini sebagai persediaan suplemen agar kuat belajar saat di Korea
***
Saya adalah mahasiswi semenjana. Flashback ke tahun 2010 hingga semester pertama tahun 2013 tidak lebih dari 10 mata kuliah yang benar-benar saya sukai. Maksud saya, selain mata kuliah yang saya sukai, saya hanya mengikuti kelas mata kuliah tanpa benar-benar memberikan effort untuk memahami ilmu tersebut. Engg…bahkan untuk mata kuliah yang saya senangi saja effort saya tidak mati-matian untuk menguasai mata kuliah tersebut. Pokoknya dulu saya cuma menjadi mahasiswi “baik” saja, bukan luar biasa. Yang penting pada akhir semester dapet nilai bagus itu sudah cukup bagi saya sebagai laporan pertanggungjawaban kepada orang tua.
Semester gasal tahun 2014 saatnya saya melanjutkan kuliah yang notabene adalah semester terakhir dalam status saya sebagai mahasiswi S1 jurusan manajemen. Saya memulai kembali aktivitas belajar di kampus Undip setelah cuti untuk program pertukaran pelajar di Korea Selatan pada tahun 2013.
Praktis 1 tahun yang lalu sejak terakhir kali saya mengikuti kuliah di Undip dan ketika masuk pada semester gasal 2014 lalu saya harus bertemu dengan teman-teman sekelas yang baru. Ya, mungkin sekitar 90% teman sekelas angkatan saya sudah pada lulus sedangkan saya harus mengikuti semester terakhir pada tahun berikutnya sebagai konsekuensi atas kegiatan pertukaran pelajar yang saya ikuti.
Meskipun terhitung sedikit, 3 mata kuliah terakhir yang harus saya ambil, saya ingin memberikan yang terbaik pada semester terakhir dalam karir akademik saya. Di antara 3 mata kuliah itu 1 diantaranya adalah mata kuliah lintas jurusan, tepatnya jurusan Ilmu Ekonomi, dengan mata kuliah Ekonomi Internasional.
Dalam memilih kelas suatu mata kuliah, kita dapat memilih jadwal kelas serta siapa dosen pengampunya. Teman saya yang berasal dari jurusan IE bernama Jesica kerap menceritakan tentang dosen-dosen favoritnya. Dosen-dosen ini menjadi favorit karena kemampuannya dalam mengajar yang mumpuni serta penuh insight, plus, mereka berdua lulusan Australia dan Belanda yang menambah derajat “ke-keren-an” mereka, hahaha. Saya kemudian mengontak teman angkatan yang pada semester itu masih mengikuti perkuliahan untuk bersama-sama mengambil jadwal dan dosen serupa pada makul Ekonomi Internasional. Sayangnya dia memilih jadwal dan dosen lain sehingga saya tidak punya kawan seangkatan yang sekelas dalam jadwal makul pilihan saya itu. Baiklah, dengan niat mendapatkan ilmu, akhirnya saya pilih jadwal dengan dosen pengampu Pak S dan Bu A. Meskipun di jurusan Ilmu Ekonomi kedua dosen ini menjadi favorit mahasiwa, lain halnya pada jurusan manajemen. Mereka cenderung menghindari dosen ini karena sangat disiplin dan objektif, hal ini pun disadari Bu A yang sering berkelakar perihal dirinya yang killer.
Beberapa hari setelah jadwal memilih makul tersebut, saya ke kampus untuk mengurus skripsi dan ketika makan siang saya pergi ke kantin dan duduk bersama teman perempuan lain yang berasal dari jurusan IE. Tak lama kemudian Bu A duduk semeja bersama kami untuk menikmati snack. Beliau memang masih muda dan sangat kasual dan cukup dekat dengan mahasiswa-mahasiswa IE. Teman saya dan Bu A berbincang-bincang hingga kemudian membahas tentang makul Ekonomi Internasional yang diberikan kepada mahasiswa manajemen. Long story short, kira-kira begini ucapan Bu A kepada saya “I’m sorry Mariska kalau saya bilang gini, tapi kalian mahasiswa manajemen tidak mendapatkan basic sejak awal untuk makul ini jadi ini akan berat buat kalian”
Saya membalas dengan tertawa getir “hahaha, gapapa bu.” Dalam hati perasaan saya bercampur aduk antara takut dan penasaran sesulit apa makul ini. Kemudian kami membahas mengapa Ekonomi Internasional dipilih untuk diajarkan pada mahasiswa manajemen, dll.
Setelah mencari-cari info, saya akhirnya mendapatkan kesimpulan bahwa makul ini memang susah, tidak sedikit mahasiswa yang mendapat nilai D atau E hingga mereka harus mengulang makul ini pada tahun berikutnya. Sekali lagi, TAHUN BERIKUTNYA.
Fakta ini semakin membuat saya bergidik ngeri. Jadwal akademik saya ini sudah mundur 1 tahun karena cuti, masa saya harus mengulang 1 tahun lagi karena dapat nilai jelek untuk 1 makul ini saja? Bagaikan nightmare, saya sering susah tidur karena ini. Mungkin hiperbolis, tapi itulah yang saya rasakan. Pokoknya target saya harus lulus semua makul pada semester terakhir ini.
***
Hari yang ditunggu-tunggu tiba, inilah pertemuan pertama makul Ekonomi International. Benar saja, saya sendirian hari pertama itu, tidak ada teman seangkatan yang saya kenal. Pada pertemuan pertama itu Pak S sudah membagikan kertas untuk latihan. Damn, saya bingung sama materi ini. Saya merasa sangat bodoh dan setres karenanya.
Pertemuan-pertemuan berikutnya saya ikuti seperti roller coaster, kadang-kadang ada materi yang bisa saya pahami kadang-kadang ada materi yang tergolong susah. Pada suatu hari saya skip kelas itu karena sakit. Seminggu kemudian ada hari pengganti kelas yang sebelumnya Pak S tidak dapat hadir untuk mengajar, sialnya saya tidak mendapat informasi atas jadwal pengganti kelas tersebut! Inilah tidak enaknya menjadi mahasiswa senior yang sekelas dengan mahasiswa angkatan bawah, meskipun kami tidak ada masalah tapi tetap saja mereka punya circle sendiri untuk berbagi informasi dan golongan saya bukanlah termasuk dalam circle tersebut. Sudah dua kali absen within the first half of that semester bikin saya nangis. Pasalnya, jika lebih dari 3 kali absen dalam suatu makul, maka otomatis mahasiswa tersebut gugur dalam makul tersebut. Oh my god, saya tidak mau kalah sebelum berperang, saya tidak mau gagal proses! Astaga…sudah materinya susah, kenapa ada drama tidak masuk kelas pengganti gara-gara tidak dapat broadcast info segala? Arghhh….!
Ujian tengah semester tiba. Saya syok. Soal-soal ujian tersebut terlampau banyak dan susah.
Sudahlah, saya tak berharap banyak pada makul ini, dapat nilai B mungkin mimpi yang terlalu muluk-muluk, dapat C akan saya syukuri. Tak apalah untuk menghiasi daftar nilai IP saya.
Tapi saya sadar, saya masih punya kesempatan kedua. Kesempatan itu adalah jadwal perkuliahan setelah Ujian Tengah Semester hingga Ujian Akhir Semester. Kali ini dosen pengampunya adalah Bu A.
You know sometimes there’s certain aura of lecturer that makes you respect and you don’t want to disappoint that lecturer no matter how difficult the class is. Aura itu ada pada Bu A. Saya juga tidak mau Bu A ini kecewa setelah sebelumnya saya mungkin mengerjakan Ujian Tengah Semester dengan jawaban yang biasa-biasa saja.
Rumor itu bukan rumor melainkan memang fakta. Bu A sangat disiplin dan objektif. Setiap minggu beliau memberi tugas pada kami dan dalam beberapa pertemuan beliau memberikan soal-soal latihan di kelas. Saya menyenangi tugas-tugas ini dan berusaha mengerjakannya dengan baik meskipun gaya mengajar ini tidak pernah saya rasakan ketika diajar dosen manajemen. Pak S dan Bu A juga kerap menyampaikan materi yang dikaitkan pada issue ekonomi terkini. Benar-benar insightful.
Pada pertemuan terakhir sebelum UAS, Bu A membagikan nilai tugas-tugas yang selama ini kami kumpulkan. Beliau menyatakan kekecewaannya karena beberapa mahasiswa melakukan plagiasi, maksudnya, jawaban-jawaban antar mahasiswa satu dengan lainnya sama persis alias copas. Hal ini meyakinkan saya bahwa integritas itu penting dan harus dijunjung setinggi-tingginya.
Selain membagikan nilai tugas pada pertemuan terakhir, beliau juga menyampaikan kisi-kisi ujian. Hah? Apaan nih? Ini sih bukan kisi-kisi, tapi SEMUA materi yang sudah diajarkan. Ya sudahlah.
Beberapa hari berikutnya ada info bahwa teman sekelas akan melakukan belajar bersama untuk persiapan UAS, wah asyik, saya akan gabung untuk belajar bersama.
Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Sayangnya, besoknya saya merasa badan saya tidak sehat. Duh, gejala apa pula ini. H-3 dan sakit? Mungkin ini setres? Oh no. Akhirnya saya tidak jadi bergabung dalam kegiatan belajar bersama hari Jumat itu. Kemudian saya mulai belajar mencicil materi sedikit demi sedikit.
Esoknya di hari Sabtu saya menghubungi salah satu teman sekelas untuk meminta belajar bersama, dia juga salah satu yang kemarin Jumat belajar bersama-sama dengan teman sekelas. Ternyata jawabannya terhadap sms saya membuat saya kecewa. Tidak ada pilihan, saya harus mandiri, saya harus belajar sendiri!
Saya melanjutkan belajar pada Minggu pagi alias H-1. Di hari Minggu itu saya baru sadar sepenuhnya bahwa materi yang harus dipelajari banyakkkk sekali. Berbeda dengan 2 makul yang telah diujikan sebelumnya, materi 2 makul tersebut dapat dipelajari hanya dalam beberapa jam saja. Saya juga dapat mengerjakannya dengan lancar.
Meskipun lelah, tetapi saya tetap melanjutkan belajar hingga tengah malam.
Saya teringat, terakhir kali saya belajar mati-matian adalah tahun 2013 lalu ketika menjadi mahasiswa pertukaran pelajar di Korea. Saya sering belajar hingga tengah malam untuk mempersiapkan ujian esok harinya. Hmm, indahnya masa-masa saat itu, saya jadi kangen…
meja belajar saat saya di Korea, ditemani bouquet dari si pacar, hihi
***
Hari-H Ujian Akhir Semester….
Berhubung ujian saat itu baru dimulai jam 1, maka setelah tidur kurang dari 5 jam saya bangun lagi untuk melanjutkan belajar dan memantapkan materi hingga jam 11 sebelum bersiap-siap ke kampus.
Waktu yang dinanti-nanti pun tiba.
13.00
Begitu pengawas membagikan soal ujian, saya langsung mengerjakannya, ternyata ada 2 lembar kertas dengan waktu 110 menit, haduh nanggung banget sih kenapa tidak sekalian 2 jam. Seperti tipe soal pada Ujian Tengah Semester lalu, tipe soalnya satu nomor terdiri dari beberapa pertanyaan. Sangat banyak. Tidak hanya teori tetapi juga hitung-hitungan dan menggambar grafik. Soal no 1-4 telah selesai dikerjakan dengan tergesa-gesa namun cukup yakin dengan jawabannya, kemudian saya lihat ada petunjuk soal di bawah nomor 4, petunjuk soal yang aneh karena petunjuk tersebut tidak diikuti dengan soalnya. Pengawas ujian tiba-tiba menarik kertas jawaban saya karena waktu ujian telah habis. Pasrah. Saya pun keluar kelas dengan lunglai, ketika bertemu dengan teman sekelas lain, saya bertanya apakah waktunya cukup bagi dia untuk menyelesaikan soal 1-4. Lalu dia berkata, “cukup sih, tapi soal nomor 5 dan 6 susah”. Saya kaget luar biasa, langsung saya mengecek kertas soal ujian yang masih dalam genggaman saya, saya membalik kertas terakhir, dan ternyata masih sisa 2 soal..! Pantas saja petunjuk soal setelah nomor 4 terlihat aneh, ternyata itu petunjuk untuk soal nomor 5 yang ada dibalik kertas terakhir itu! Pengen mati rasanya.
Tapi ya apa boleh buat, kalaupun saya tahu ternyata ada 6 soal, saya juga tak mungkin dapat menyelesaikan semuanya…
***
Seminggu kemudian, saya setiap hari mengecek website akademik untuk mengecek nilai saya. Tapi kolomnya selalu kosong. Setiap hari saya mengecek, hingga 2 minggu kemudian…nilai saya keluar….
APA????? ALHAMDULILLAH YA ALLAH, akhirnya saya tidak perlu mengulang makul ini, nilainya pun memuaskan! Saya benar-benar tidak percaya. Ini di luar ekspektasi saya. Saya benar-benar bahagia!
Beberapa hari kemudian, mba Dien, seorang kakak senior jurusan IE yang juga asisten dosen mengirim saya sebuah pesan bahwa dia telah melihat jawaban ujian saya dan menyatakan bahwa nilai saya paling tinggi, bahkan lebih dari 100. Hal ini semakin membuat saya takjub tak percaya!
Setelah saya pikir-pikir, mungkin dosen-dosen tersebut membuat beberapa soal ujian dengan total bobot nilai lebih dari 100 jika dikerjakan seluruhnya, hal ini masuk akal karena soalnya begitu banyak dengan waktu yang amat terbatas.
Pengalaman ini memberi saya pelajaran berharga, bahwa kerja keras itu selalu membuahkan hasil yang manis. Kalau pun saya tidak mendapatkan nilai sempurna, paling tidak ilmu ekonomi saya bertambah. Selama ini saya sering merasa rendah diri, merasa tidak mampu ini itu, tetapi sekarang saya sadar. Bahwa semua itu cuma ada pada mindset kita. Selama kita mau bekerja keras, belajar, berusaha, dan tidak lupa disertai doa, maka Insya Allah kita dapat mengerjakan apa yang menurut kita tidak mungkin.
Menurut saya tidak ada orang bodoh, yang ada hanya orang yang belum belajar sehingga ia belum tahu.
Tulisan ini tidak dibuat untuk menyombongkan diri, tulisan ini saya buat sebagai pengingat diri dan yang kebetulan membaca tulisan ini untuk senantiasa semangat. Jangan lelah untuk berusaha. Lelah ketika berproses adalah fase yang bisa kita lewati, bukan fase yang seharusnya membuat kita berhenti berusaha. Jangan pula merendahkan diri, selama kita masih bisa memimpikannya, kita bisa mewujudkannya.